LEGENDA IKAN FOTI

LEGENDA IKAN FOTI

Oleh : Sonny Pellokila

Sejak tahun 1940-an, jalan sepanjang Ikan Foti terkenal dengan penurunan permukaan tanah yang terjadi setiap tahun selama musim hujan sehingga pengalihan jalan selalu diperlukan. Perlu disebutkan bahwa penelitian geologi Prof. Brouwer yang dilakukan bersama sejumlah mahasiswa pada tahun 1937 mengungkapkan bahwa pada masa prasejarah pesisir pulau Rote memang dihubungkan dengan pantai Amarasi oleh sebuah punggungan daratan.

Cerita tentang Legenda Ikan Foti semakin berkembang dari generasi ke generasi atau dari masa ke masa, setidaknya hingga tahun 1941 terdapat tiga (3) versi cerita tentang Legenda Ikan Foti yang telah dipublikasikan ke publik. 

VERSI HEIJMERING TAHUN 1847 

Jauh sebelum nama Samaoe (Samau) disebutkan, pulau itu bernama Boenlain-Limlain. Sejak pulau ini tidak bersatu lagi dengan pulau Timor, dan ketika bagian paling barat Timor masih sangat jarang penduduknya, tempat yang sekarang disebut Kupang belum memiliki nama. Pada saat itu para pemukim pertama adalah kelompok Boenlain dan kelompok Limlain beserta keluarganya telah menghuni pulau itu. Namun suatu saat ada pertentangan diantara dua (2) komunitas ini, kemudian kedua kelompok ini bersepakat memberi nama pulau tersebut dengan menggunakan bahasa Melayu, yaitu “Samaoe”. Samaoe terdiri dari dua (2) suku kata, yaitu “Sa” yang berarti “Satu” dan “Maoe” yang berarti “Akan” dalam hal “Keturunan”, sehingga secara keseluruhan “Samaoe” menggambarkan bahwa turunan dari kedua komunitas ini selanjutnya akan menjadi satu. 

Pada masa mereka (komunitas Boenlain-Limlain) ketika air surut sangat jauh (purnama penuh) pulau Rote belum terpisahkan dengan pulau Timor. Pada saat banjir besar datang, air menerobos tanah genting disekitar pesisir barat daya dari kerajaan Amarasi dan menenggelamkan pesisir tersebut. Salah satu ikan Paus terbesar berusaha menembus masuk ke kaki pegunungan barat daya Amarasi. Pada saat itu, untung saja ada salah satu orang Timor yang tinggal di pegunungan itu, melompat ke punggung ikan tersebut dan mengendarainya kembali ke laut lepas. Tempat terjadinya peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Ikan Foti” (ikan yang menari-nari). 

Legenda Ikan Foti menurut versi Heijmering ini telah dimuat dalam artikelnya yang berjudul “Geschiedenis Van Het Eiland Timor” dan telah dipublikasikan sejak April 1847. 

VERSI HESSING TAHUN 1919

Pada waktu yang sudah lama sekali, ketika hal-hal menceggangkan sering terjadi, muncullah dua ekor ikan. Dimana yang satu dari Amfoang dan yang lain dari Oepaha. Keduanya keluar dari air laut dan mulai menari. Yang satu bergerak dari Amfoang, yang lain dari Oepaha. Mereka menari di sepanjang gunung-gunung yang ada di Amarasi. Celakanya, air laut ikut menerobos ke darat mengikuti jejak kedua ikan itu.

Seluruh penduduk daratan Timor terkejut dan panik menyaksikan ulah kedua makhluk laut yang memporak-porandakan bumi tempat mereka berdiam. Dan setelah beberapa waktu kedua ikan itu menari,  air laut datang menyusul mencapai lokasi yang disebutkan tadi, maka daerah yang berbukit-bukit itu mulai runtuh. Tanahnya melorot ke bawah dan terjadilah erosi yang hebat. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu terpaku bisu. Mereka menjadi sangat takut membayangkan kejadian yang akan segera menyusul. Timor akan terbelah jadi dua. Laut akan masuk sampai ke darat. Air bah yang hebat akan terjadi. Akibatnya semua penduduk Timor akan terkubur dalam laut.

Beruntunglah ada seorang laki-laki yang segera dapat menguasai diri. Secepat angin tofan berhembus, ia berlari ke pondoknya yang rewot. Ia mengambil senapan satu-satunya yang ia miliki, mengisi senapan itu dengan peluru lalu berlari menuju tempat yang menghebohkan itu. Tanpa ragu-ragu ia memuntahkan peluru dari laras senjatanya ke arah kedua ikan itu. Pertunjukan yang mengerikan itu segera berakhir. Kedua ikan itu rebah ke bumi dalam keadaan tak bernyawa.

Penduduk pulau Timor selamat dari bencana dahsyat, tetapi sang penyelamat mati dengan senapan masih di tangannya. Dalam beberapa saat, ia berubah menjadi batu. Batu yang aslinya adalah sang pahlawan tadi masih tetap berdiri di Ikan Foti sebagai tugu peringatan akan kejadian dahsyat itu. Di sana, di tempat yang bernama Ikan Foti, ia menjadi kenangan abadi bagi anak cucu orang Timor.

Tulisan legenda Ikan Foti menurut versi Joh. Hessing ini telah dimuat dalam majalah “de Timor-Bode” No. 39. Juli 1919

VERSI MIDDELKOOP TAHUN 1941

Sekitar setengah jalan raya dari Kupang ke Baun, kediaman raja Amarasi, terdapat puncak gunung berapi purba yang agak curam yang disebut Ikan Foti. Nama Ikan Foti merupakan kata kunci dalam sebuah legenda yang menceritakan bahwa di sepanjang garis pantai yang menghubungkan Amarasi dengan Pulau Rote, seekor ikan sedang bermain menari-nari. (Akar kata foti menunjukkan tarian individu yang dilakukan dengan langkah kaki).  

Dalam teks ini dikisahkan bagaimana ikan tersebut menari-nari sehingga menenggelamkan hubungan darat antara Amarasi dan Rote, dan mengangkat gunung Ikan Foti dari laut. Gelombang musim semi yang menyertainya membanjiri seluruh pantai di wilayah Amarasi saat itu. Teks tersebut menyebutkan bahwa bahkan Batuna yang terletak di pegunungan tinggi antara Baun dan Oekabiti, ikut kebanjiran. Sedangkan yang tersisa hanyalah puncak gunungnya. Teks ini mengingatkan bahwa hanya puncak gunung yang tersisa di ketika banjir melanda.

Legenda Ikan Foti menurut versi Middelkoop ini terdapat dalam artikelnya yang berjudul “Nai Tirans en Nai Besi in Komische Huwelijksrelatie Met de Krokodil” dan telah dipublikasikan sejak April 1941

Cerita-cerita legenda diatas, merupakan cerita dari penduduk lokal pada abad 19 dan awal abad 20. Kemudian cerita-cerita tersebut dihimpun oleh para penulis dan dipublikasikan. Kini cerita tentang legenda ikan Foti yang diceritakan oleh generasi sekarang sudah semakin berkembang dan bahkan sudah membias dari cerita-cerita sebelumnya.

Sumber :

1847. G. Heijmering. Geschiedenis Van Het Eiland Timor

1919. J. Hessing. Timor-Bode No. 39. Juli 1919

1940, H.A Brouwer. Geological expedition of the University of Amsterdam to the Lesser Sunda Islands in 1937. Amsterdam, in 3 dln.

1941, P. Middelkoop. Nai Tirans en Nai Besi in Komische Huwelijksrelatie Met de Krokodil.

Tags

Top Post Ad

Copyright © 2022 By Media Kota News.com | Powered and Design By Media Kota News.com